Meneladani
nilai-nilai Kepahlawan : Spirit and Belief in yourself
Refleksi
Pahlawan masa kini
Hari
ini tanggal 10 November. Apa yang unik dari tanggal itu? Tanggal 10 November
adalah tanggal dimana perjuangan, penderitaan, keikhlasan, dan tetesan darah patriot
bangsa dihargai dengan memperingatinya sebagai ceremonial Hari Pahlawan. Namun,
apa yang dimaksud pahlawan itu? Apakah seseorang dapat dikatakan pahlawan apabila
harus berjuang demi bangsa dan negaranya, lalu meninggal, kemudian diangkat
namanya oleh presiden menjadi pahlawan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,[1]
pengertian pahlawan adalah orang yang menonjol karena pengorbanannya dalam
membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.
Setiap
orang mempunyai persepsi yang berbeda mengenai pahlawan. Memang pada dasarnya seseorang
disebut pahlawan jika sudah meninggal dunia baru dapat pengakuan oleh negara menjadi
pahlawan sesuai dengan jasa dan pengabdiannya untuk bangsa, tetapi jika kita
kaitkan pada masa kini pengertian pahlawan tersebut sudah tidak sesuai dengan konteks
zamannya. Mengapa? Karena pengertian pahlawan itu merupakan implementasi dari
perspektif sejarah masa lalu dimana pahlawan dapat dikatakan gelar yang
diberikan oleh presiden yang telah berjuang melawan penjajahan, baik Belanda
yang konon menjajah selama 350 tahun[2] maupun
Jepang yang menjajah selama 3,5 tahun. Pada masa lalu untuk melawan penjajah
sungguh sangat dibutuhkan sosok pahlawan yang berkharisma yang mampu memberikan
perlindungan terhadap rakyat yang mengalami keterpurukan dan tekanan penjajah.
Untuk
menghargai segala perjuangan mereka yang berani mati dalam memperjuangkan kata
merdeka, akhirnya diberikan gelar pahlawan kepada mereka tersebut. Namun,
sekarang konteksnya berbeda. Kita sudah merdeka dan bebas dari penjajah, ya
meskipun kita masih mengalami penjajahan dari bangsa kita sendiri. Jika kita
kaitkan dengan masa kini pengertian pahlawan adalah orang yang telah
menghasilkan karya yang dapat membanggakan, baik itu untuk diri sendiri, orang
tua, maupun bangsa. Sudah banyak pahlawan bangsa kita yang diangkat sebagai
pahlawan nasional, tetapi untuk apa kita banyak-banyak mengangkat pahlawan apabila
kita sebagai generasi penerus bangsa tidak meneladani nilai-nilai dan sikap kepahlawanan
itu, toh akhirnya kita akan terpuruk dalam perkembangan zaman.
Kita
semua bisa menjadi pahlawan setidaknya untuk diri kita sendiri tetapi
tergantung tekad dan kepercayaan terhadap diri kita sendiri mampu atau tidak meneladani
sikap pahlawan itu. Mau berbuat apapun yang dapat membanggakan dan bermanfaat
bagi orang lain itu sudah dapat dikatakan pahlawan. Karena dalam perspektif
sejarah masa kini orang-orang yang meneladani nilai-nilai kepahlawanan di
kehidupan sehari-hari itu adalah pahlawan. Tidak perlu jika ingin menjadi sosok
pahlawan, ikut berjuang, dan berharap nama kita diangkat oleh presiden dan
terkenal sebagai pahlawan nasional. Yang terpenting adalah bagaimana pahlawan
itu menjadi sosok teladan dalam menebarkan kearifan. Untuk apa setiap
memperingati hari pahlawan kita melakukan upacara hanya sekedar seremonial
belaka tetapi tidak meneladani sikap itu. Inilah masalah bagi kita semua
sebagai bangsa Indonesia mengenai kurangnya sikap keteladanan di dalam diri
kita.
Untuk
mengatasi masalah keteladanan itu ada berbagai cara yang dapat ditempuh,yaitu:
1. Memahami
Sejarah
Ada ungkapan mengatakan
“bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya”. Sejarah merupakan
identitas dan kepribadian suatu bangsa. Untuk itu, sejarah dijadikan pedoman untuk belajar
dari masa lalu untuk membuat kebijakan di masa kini dan yang akan datang.
Sejarah Indonesia sungguh merupakan sejarah yang luar biasa. Bangsa Indonesia
yang terdiri dari beragam suku budaya mampu bersatu padu di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan memahami
sejarah, akan timbul rasa nasionalisme. Rasa nasionalisme inilah yang
melahirkan pahlawan-pahlawan bangsa yang memiliki sikap keteladanan dan berjiwa
juang yang tinggi untuk menjadi jalan Indonesia merdeka. Namun, untuk mencapai
semua itu memang tidak mudah karena untuk benar-benar memahami sejarah
dibutuhkan proses. Selain itu, sikap keteladanan dan cinta tanah air memang
harus ditanamkan sejak dini kepada generasi bangsa. Kita lihat saja bagaimana
di Eropa, seorang raja wajib belajar sejarah sebelum memimpin negaranya. Begitu
pentingkah sejarah itu? tetapi mengapa di Indonesia tidak demikian? Jika ditanya
kepada Generasi muda tentang belajar sejarah pasti jawabannya satu yaitu
membosankan. Bagi orang awam yang tidak memahami makna sejarah akan mengatakan
untuk apa belajar sejarah, masa lalu kan telah berlalu. Jika sudah timbul
penolakan dalam diri kita untuk memahami sejarah bagaimana kita mampu untuk
meneladani sikap kepahlawanan itu?
2. Disiplin
Waktu
Bagi orang yang tidak
menghargai waktu, waktu dianggap hal sepele. Tetapi bagi orang yang
memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin tidak akan membuang waktu sia-sia
walaupun hanya satu detik. Kita lihat bagaimana waktu bagi orang Inggris
diibaratkan uang dan bagi orang Arab waktu diibaratkan pedang. Berarti waktu
sangat penting dan kita harus disiplin terhadap waktu. Mengapa? Dengan disiplin
waktu kita dipandang sebagai orang terhormat karena jika kita berjanji dengan
seseorang pukul 08.00 untuk melakukan kerjasama dan kita datang tepat waktu,
maka orang itu akan menghormati kita dan langsung dapat mempercayai kemampuan
kita. Hal inilah yang menggambarkan bagaimana negara maju sangat menghargai
waktu. Selama ini bangsa Indonesia terbuai dengan istilah “jam karet” yang
sudah mengakar di dalam kehidupan kita. Pertemuan pukul 08.00, datang pukul
10.00 dengan berbagai alasan. Kita dapat mencontoh bagaimana para pahlawan
sangat disiplin terhadap waktu. Mereka memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin
untuk memikirkan strategi untuk merdeka. Jika satu detik terlewatkan mereka
akan habis diserang musuh. Untuk membiasakan disiplin waktu kita mulai dari
diri sendiri dengan membuat berbagai catatan-catatan kecil jadwal kegiatan
setiap harinya akan waktu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
Pahlawan
kita sudah banyak yang meninggal tetapi kita juga bisa menjadi pahlawan dengan
meneladani sikap kepahlawanan di kehidupan sehari-hari dan merealisasikan ke
masyarakat. Refleksi pahlawan masa kini secara riil digambarkan dalam sosok Atlet.
Atlet merupakan sosok pahlawan tanpa gelar yang telah berjuang mengharumkan
nama bangsa Indonesia karena lewat keberhasilannya merebut medali ataupun piala
dalam berbagai kejuaraan olahraga, baik tingkat nasional maupun regional dan
internasional.
Berdasarkan
sejarahnya, pasca Budi Utomo tahun 1908 bangsa Indonesia mulai mengenal
organisasi dan menerapkannya dalam berbagai bidang termasuk olahraga. Awalnya
organisasi ini hanya bersifat lokal. Tujuan pendiriannya bukan hanya untuk
kepentingan kebugaran jasmani ataupun prestasi melainkan juga untuk menunjukkan
identitas dan kepribadian yang dapat membedakan diri dari penjajah.
Seiring
dengan meningkatnya kesadaran bangsa sejak kongres Sumpah Pemuda, maka perkumpulan
olahraga yang awalnya hanya menjadi pelengkap organisasi kemasyarakatan
kemudian berkembang menjadi wadah kegiatan sosial politik serta berfungsi
sebagai alat-alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.
Setelah
Indonesia merdeka, dimulailah kiprah pendidikan jasmani di sekolah-sekolah.
Selain itu didirikan juga Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) pada
tahun 1946 di Surakarta sebagai hasil kongres Olahraga pertama di masa kemerdekaan.
Kongres tersebut dipimpin oleh Dr. Abdulrachman Saleh yang juga merupakan
seorang pejuang kemerdekaan. PORI juga menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional
(PON) I di Solo pada tahun 1948. Selain sebagai ajang berkompetisi, PON pertama
juga diselenggarakan untuk menunjukkan bahwa dalam kondisi genting di
tengah-tengah perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, Indonesia masih
sanggup menggalang persatuan dan kesatuan.
Kini,
selain masih efektif untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, olahraga
menjadi salah satu dari sekian banyak cara untuk mengisi kemerdekaan dengan
prestasi. Sudah banyak atlet Indonesia termasuk yang berasal dari Sumatera
Utara yang berhasil mengharumkan nama bangsa seperti Rudi Hartono, Susi
Susanti, Mardi Lestari, dan sebagainya.[3]
Dimana sih letak perjuangan mereka sehingga dapat dikatakan sebagai pahlawan?
Kita
ingat pada saat Rudi Hartono memenangkan kejuaraan bulu tangkis dan mendapatkan
medali emas. Disitulah lagu kebangsaan Indonesia “Indonesia Raya”
dikumandangkan di luar negeri. Dikumandangkannya lagu Indonesia Raya secara
tidak langsung menyatakan bahwa negara lain telah mengakui kedaulatan kita
sebagai negara merdeka. Sebagai Atlet inilah pengabdiannya yang konkret dalam
mempertahankan kemerdekaan. Atlet sedang berlomba dengan atlet dari negara lain
untuk memperebutkan medali emas diibaratkan seorang pahlawan sedang berjuang
melawan penjajah hingga batas terakhir perjuangan yaitu merdeka atau mati.
Jadi, kesimpulannya kita dapat menjadi sosok pahlawan yang teladan, mau jadi atlet
atau apapun yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain asalkan
tekad dan kepercayaan terhadap diri sendiri telah terukir di dalam hati insya
allah kita pasti bisa.
[1] Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka,
2000, hlm 439.
[2] Angka 350 tahun yang
selalu disebutkan dalam pidato dan buku-buku pelajaran sejarah perlu
diverifikasi kembali kebenarannya. G.J., Resink, Bukan 350 Tahun dijajah, Jakarta : Komunitas Bambu, 2011.
[3] Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dan Museum Olahraga
Taman Mini Indonesia Indah Dewan Harian Daerah 45 Sumatera Utara, Pameran Sejarah Perjuangan Bangsa Vol. 2012.