Pahlawan
Masa Kini, Mulai Dari Diri Sendiri
Tanggal 10 November setiap tahunnya selalu diperingati
sebagai wujud penghormatan kepada para pahlawan yang telah gugur dalam
mempertahankan kemerdekaan. Peringatan hari pahlawan ini selalu diawali dengan
upacara yang dilaksanakan dikantor-kantor pemerintah, sekolah-sekolah ataupun
instansi pemerintah dan swasta lainnya. Sudah menjadi suatu ritual setelah
pelaksanaan upacara selalu diiringi dengan kunjungan makam pahlawan untuk
menaburkan bunga diatas pusaran para pahlawan pembela bangsa. Inilah bentuk
penghormatan yang luar biasa terhadap mereka yang mengorbankan jiwa dan raga
demi bangsa dan negara. Namun pertanyaannya adalah “apakah hanya memperingati
hari pahlawan dengan upacara dan menabur bunga setahun sekali sudah merupakan
penghormatan luar biasa terhadap pahlawan kita”? Bagaimana
kita harus bersikap agar dapat membalas jasa para pahlawan? Apakah cukup dengan
sebatas perayaan seremonial?
Tentu jawabnya tidak.
Jika kita menyadari, tidaklah cukup rasanya menghormati
pahlawan kita dengan cara upacara atau menyiramkan kembang diatas makam
pahlawan tersebut, seharusnya kita memaknai dan mencontoh pengorbanan mereka
tersebut sesuai dengan kapasitas kita masing-masing. Hendaknya kegiatan
seremonial setiap tahun bisa menumbuhkan rasa heroisme kita sehingga kita pun
mau berkorban untuk negara dan bangsa sesuai dengan posisi kita. Dengan sikap
kita yang rela berkorban ini tentu bisa juga dikategorikan sebagai seorang
pahlawan. Karena pengertian pahlawan pada saat sekarang ini bukan saja
diartikan seorang yang berjuang dengan senjata dalam mempertahankan tanah air
dari penjajah. Pahlawan dimasa sekarang dapat diartikan lebih luas. Predikat
pahlawan tidak sesempit diartikan secara fisik sebagai pejuang di medan
peperangan. Akan tetapi, pahlawan masa kini dapat terlihat dari perilaku maupun
tindakan yang layak jadi teladan dan contoh bagi bangsa. Muaranya, perilaku dan
semangat mereka mampu memompa generasi muda untuk melakukan hal yang sama, yaitu
perubahan. Generasi muda, khususnya mahasiswa harus mampu menampilkan
semangat yang telah diwariskan para pahlawan, mampu
menunjukkan karakter cerdas dan santun, baik secara emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual hingga patut menjadi contoh bagi
masyarakat luas.
Generasi muda
ideal dengan karakter cerdas dan santun masih jauh dari kenyataan. Hal itu, menurutnya
disebabkan oleh kurangnya kesadaran generasi muda dalam meneladani nilai-nilai
yang dimiliki para pahlawan, terutama nilai keikhlasan dan kejujuran. Pudarnya nilai keikhlasan dan kejujuran pada mahasiswa tercermin
ketika mereka menyontek
saat ujian dan penyelesaian tugas dengan cara yang instan, bahkan copy paste. Sebagai penyambung
kepemimpinan, mahasiswa seharusnya mampu meneladani sikap pahlawan yang selalu
mementingkan kepentingan umum, ikhlas berkorban diatas kepentingan pribadi. Kita berharap agar semangatnya dipetik
oleh mahasiswa dengan cara berbagi kegiatan positif dalam berjuang dan mengembangkan kajian ilmiah, intelektual,
spiritual, menumbuhkan jiwa entrepreneur, aktif berorganisasi dan tidak hanya
berkutat pada ruang kuliah semata. Agar menjadi mahasiswa yang cerdas dan
santun, mereka harus mampu membiasakan diri pada dunia akademik secara
sungguh-sungguh dan mampu menyampaikan gagasan dengan komunikasi yang baik
serta mampu memposisikan dirinya. Dengan
begitu, mahasiswa akan menjadi pewaris yang handal, tapi tidak hidup di masa
lalu. Mahasiswa
harus mampu mengambil pelajaran dari pahlawannya dan mampu
mengembangkannya.
Adakah pahlawan
di masa kini? Siapa? Atas dasar apa kita menganugerahi “dia” sebagai pahlawan? Pahlawan
masa kini adalah sosok diri Anda,
terutama kita sebagai Mahasiswa. Sebagai seorang mahasiswa sekaligus sebagai generasi penerus bangsa, saat
ini kita seharusnya bisa mengobarkan semangat kepahlawanan yang kita miliki
untuk dapat menjadi agen perubahan (agent
of change) untuk kepentingan bangsa dan negara kita. Peran tersebut memiliki arti bahwa mahasiswa sebagai
agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Seorang
mahasiswa hendaknya mampu memberikan ide-ide kreatif yang bersifat membangun
bagi terciptanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Terbukti, bahwa
kaum muda yang terpelajar dapat menciptakan perubahan yang amat besar. Sikap
kritisnya dapat membuat pemimpin yang tidak berkompeten menjadi gerah dan
cemas.
Namun pada era globalisasi sekarang ini
sangat disayangkan sekali, mahasiswa yang dianggap sebagai agent of change justru bertindak sebaliknya. Tidak sedikit
mahasiswa yang bertindak anarkis. Misalnya ketika mereka berdemo menyampaikan
aspirasinya, mereka membubuhinya dengan tindakan anarkis. Seharusnya sebagai siswa
yang telah bergelar “maha”, seorang mahasiswa mampu memposisikan dirinya dalam
masyarakat. Apalagi ketika terjadi suatu permasalahan. Seharusnya dengan
bekal ilmu yang didapatnya seorang mahasiswa mampu menyelesaikan problem
tersebut secara tepat dan bijak. Misalnya dengan cara berdiskusi dan musyawarah
satu sama lain untuk mencari solusi yang paling tepat, bukan dengan cara
anarkisme yang tidak akan membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa
dan justru membawa perubahan yang semakin buruk dan merugikan. Tapi walaupun
begitu, untunglah masih banyak juga mahasiswa yang memiliki jiwa kepemimpinan
dan telah melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui program-program tertentu
dan lembaga kemasyarakatan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa mahasiswa
adalah kader yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya. Maka point utama yang
harus ditanamkan sejak dini adalah akhlak mulia. Tanpa point itu, secerdas
apapun dan sekritis apapun sikap mahasiswa tersebut tidak akan bisa membawa bangsa
kita ke bangsa yang benar-benar maju dan beradab. Disamping itu
pengetahuan dan pengalaman berorganisasi serta kaderisasi juga sangat
diperlukan untuk dapat mencetak generasi-generasi pemimpin bangsa yang benar-benar
unggul dan berkompeten untuk mewujudkan cita-cita bangsa kita. Sebagai
contoh, ketika kita melihat orang lain membuang sampah di jalanan, kita sadar
bahwa hal itu merupakan tindakan yang kurang baik, maka sudah seharusnya kita
pun tidak melakukan hal yang sama. Sehingga, diawali dari kesadaran sosok diri
yang tidak membuang sampah sembarangan dan
bisa membuat lingkungan menjadi
bersih. Dan ini akan berimplikasi besar bagi kelangsungan
makhluk hidup secara luas di dunia.
Jadi,
mereka yang memulai segala kebaikan atas dasar kesadaran diri inilah yang patut
diacungi jempol. Mereka lah
pahlawan, baik di masa lalu, kini dan nanti. Karena dengan kesadaran diri ini,
mereka dapat mengubah diri, keluarga, bangsa, bahkan dunia menjadi lebih baik.
Bukankah gelar pahlawan diberikan pada orang-orang yang telah berani mengubah sesuatu yang dinilai buruk
menjadi sesuatu yang lebih baik? Bukankah seorang pahlawan adalah mereka yang
menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah mereka yang berjuang
demi kebaikan secara gagah berani? Dan, bukankah mereka yang mau membuang sampah pada
tempatnya, berlaku jujur, bersikap
adil, cinta damai, dan mampu menaklukkan ego
diri? Karenanya, marilah kita mengubah diri
kita sendiri menjadi sosok manusia yang lebih baik dan bertanggung jawab.
Sehingga, kita dapat mengubah dunia menjadi lebih baik. Saat ini kita sangat membutuhkan sosok pahlawan seperti itu. Dahulu
pahlawan ada karena ingin mewujudkan bangsa merdeka. Pahlawan juga ada saat
sang pemimpin harus menjadi pelindung bagi rakyat jelata. Dahulu bangsa ini menghadapi
penjajahan, kemiskinan, dan juga kebodohan. Tidak cukup tersedia peluang manusia di negeri ini untuk berekspresi dalam
hidupnya. Manusia
dibuat tidak tenang dalam hidupnya. Tidak bisa berpikir akan hidupnya di waktu
mendatang. Negeri ini dibuat bodoh karena kebodohan akan mengantarkannya pada kehancuran.
Itulah kehendak kaum penjajah yang haus akan nikmatnya hidup di negeri ini. Kini kita masih punya musuh
serupa. Ada sejumlah problematik bangsa ini yang bisa merongrong
dicapainya kemajuan.
Masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila masih
direcoki niat, sikap, perilaku, dan ambisi sempit. Sikap tidak kesatria berkembang dan
merajalela. Menimpakan kesalahan yang dilakukan
kepada orang lain. Kambing hitam menjadi kata yang populer di negeri ini. Hukum
tidak lagi menjadi pengadil karena hukum bisa dicari celahnya. Sesuatu yang
salah bisa dibuat menjadi benar. Demikian pula sebaliknya. Akibatnya orang
gemar berbuat sesuatu tanpa pikir panjang apakah hal itu akan merugikan orang
banyak atau tidak. Hilang sudah budaya malu berbuat salah. Orang cenderung tidak peduli dan
masa bodoh. Yang dipentingkan ialah tercukupinya kebutuhan dan kekuasaan diri, keluarga,
dan kelompoknya. Generasi
muda terjebak pada kecenderungan bermanja-manja. Paham ini seakan sengaja disuntikkan dengan gaya hidup glamor
dan serba instan. Akibatnya sebagian besar
kelompok yang menjadi tumpuan masa depan bangsa itu tidak bisa berusaha dan
berpikir makna hidup yang sesungguhnya. Semua dianggap mudah, walau tidak
pernah ada ukuran yang bisa mereka pegang untuk anggapan itu.
Saat ini sangat dibutuhkan sosok manusia yang dapat menjadi pahlawan dengan kemampuannya untuk merenda sejumlah
nilai dalam hati, gerak, langkah, perbuatan, dan ucapannya yang mampu membedakannya
untuk layak disebut pahlawan. Pahlawan
pada dasarnya orang yang memiliki dedikasi sosial yang tinggi, memiliki pengorbanan dan tanggung
jawab kepada orang banyak. Pahlawan sepi dari pamrih. Sejumlah nilai yang dimiliki para pahlawan tetap relevan dan tetap dibutuhkan bangsa ini ke depan.
Meski musuh dan tantangan yang dihadapi bangsa berbeda, nilai-nilai itu tetap
diharapkan hadir di tengah-tengah masyarakat kita.
Pertama, sikap kepahlawanan masa kini ialah sikap anti korupsi. Penyelewengan
keuangan itu merupakan salah satu musuh besar bangsa ini. Menghindarinya bahkan
keberanian memberantasnya ialah sikap pahlawan masa kini. Semakin banyak jumlah
orang jenis ini dan makin gigih perjuangan mereka maka akan berhasil perjuangan
bangsa ini melawan musuh abadinya yang terbesar. Kedua, berani mengungkap
kebenaran dan keadilan merupakan sikap pahlawan masa kini lainnya. Semakin
banyak orang yang menyembunyikan kebenaran di negeri ini. Padahal bila
suksesnya kebohongan yang
ditutup dengan kebohongan-kebohongan lainnya, maka tinggal menunggu kehancuran. Bila tidak di dunia, sebagai makhluk
ber-Tuhan kita masih harus bertanggungjawab di hadapan-Nya. Pahlawanlah
orang-orang yang bisa menjadi pelopor pengungkap kebenaran dan penegak
keadilan.
Ketiga, sikap yang dibutuhkan lainnya ialah berpikir kearah
kebaikan dan kemanusiaan. Karut-marut bangsa ini adalah akibat terjadinya krisis kebaikan.
Pahlawan masa kini berani berpikir kepada kebaikan bersama dalam gerak langkahnya.
Keempat,
sikap pelajar dan mahasiswa yang tidak tawuran, jujur dan disiplin
itu juga pahlawan.
Terjadinya aksi tawuran pemuda menjadi hal yang sangat memprihatinkan hingga
menyita perhatian tingkat nasional. Untuk itu pemuda harus diberi kesempatan
berpartisipasi dalam perjuangan, misalnya berperan aktif di program pemerintah. Bangsa
yang besar ialah bangsa yang menghargai para pahlawannya. Semakin banyak
pahlawan maka makin besarlah bangsa itu. Pahlawan senantiasa dibutuhkan sebuah
bangsa dalam mencapai cita-cita mulianya. Terima kasih, wahai, pahlawan.
Begitulah
pahlawan masa kini yang
sesungguhnya. Ubah diri, lalu ubahlah dunia. Jadi marilah kita terutama mahasiswa, menjadi pahlawan masa kini bagi diri
sendiri, teman, keluarga dan masyarakat. Pahlawan masa kini juga ialah sosok
inspirator, jujur, setia pada nilai, mencintai bangsa Indonesia yang
penuh keragaman dan kaya potensi serta mau bekerja keras untuk memberikan yang
terbaik bagi bangsanya. HIDUP
MAHASISWA...!!!