ARIANTIKA: Adakah Rasa Kepahlawanan Kita


Adakah Rasa Kepahlawanan Kita
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, banyak sekali pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Mereka telah mengorbankan seluruh jiwa dan raganya untuk melawan penjajah. Sebut saja Teuku Umar di Aceh, Tuanku Imam Bonjol di Padang, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Pangeran Antasari di Banjar, Sultan Hasanuddin di Makassar, Pattimura di Ambon dan ribuan bahkan jutaan pahlawan lagi yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Namun, pahlawan itu tidak hanya dimaknai secara sempit seperti halnya ulasan diatas. Seiring usia yang makin dewasa ini, perkembangan pemikiran kitapun juga tumbuh. Pahlawan-pahlawan dalam hidup kita terus menerus bermunculan dan tidak lagi hanya sebatas pahlawan nasional yang gugur di medan perang saja, namun juga apa yang disebut dengan “Pahlawan Masa Kini”.
Sebagai contoh, sejak awal kehidupan yang kita jalani, kita sudah diperkenalkan tentang makna kepahlawanan itu sendiri. Ketika kita menginjak masa sekolah, kita mulai berkenalan dengan sosok “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, yaitu Bapak dan Ibu Guru kita. Dalam mengajar dan membimbing kita, mereka sejatinya tidak meminta imbalan apapun dari kita. Mereka telah mengajarkan kita bagaimana menulis dan membaca. Merekalah yang pada hakikatnya telah membebaskan kita dari belenggu kebodohan. Contoh lain adalah ketika kita mulai bersosialisasi dengan masyarakat, kita seringkali menjumpai makna pahlawan yang lain seperti seorang tetangga yang membantu kita ketika mengalami kesusahan. Dan masih banyak lagi contoh pahlawan masa kini yang terus menerus mengisi kehidupan kita.
Dalam menghadapi situasi dan kondisi yang serba global seperti sekarang ini, tentu saja kita berharap munculnya banyak pahlawan dalam segala bidang. Apakah itu pahlawan di bidang ekonomi, di bidang politik, ataupun di bidang-bidang lainnya. Dalam artian, bangsa Indonesia sedang membutuhkan banyak pahlawan, yaitu pahlawan yang mampu mewujudkan Indonesia yang aman,tenteram dan sejahtera. Kita mungkin bisa mencatat, bahwa tindakan terorisme masih menghantui negara kita, dalam hal ini Indonesia butuh pahlawan yang berani untuk menangkap pelakunya. Itu pun juga Indonesia saat ini masih digerayangi dengan tindakan korupsi para penguasa, dalam hal ini Indonesia butuh pahlawan yang berani untuk memberantas korupsi tersebut.
Kepahlawanan ternyata tidak hanya berhenti sampai disana. Dalam mengisi kemerdekaanpun, kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah orang yang gagah berani menentang kedzaliman penguasa? Bukankah hakikat kepahlawanan adalah sifat keperkasaan, kerelaan, berkorban dan kekesatriaan seseorang dalam memperjuangkan hak-haknya?

Oleh karenanya, setiap orang haruslah berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, momentum Hari Pahlawan 10 November ini marilah kita jadikan sebagai acuan untuk tidak hanya memperingati jasa-jasa pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan kita, namun juga kita jadikan sebagai momentum untuk bertanya pada diri kita bahwa : Apakah kita telah mempersiapkan diri kita untuk mengembangkan potensi diri di bidang masing-masing dalam mengisi kemerdekaan?
Semoga kita semua adalah bagian daripada orang-orang yang mempersiapkan diri menjadi pahlawan yang sesungguhnya, yakni Pahlawan yang mampu memberikan kontribusinya untuk bangsa.

Kalau kita lirik pada sejarah zaman dahulu, pahlawan Indonesia itu adalah sesosok pejuang yang berperang dengan bambu runcing, yang begitu berani dan gagah tanpa ada sedikitpun rasa takut untuk melawan musuh jajahan. Apakah yang dikatakan pahlawan sekarang ini adalah yang memegang senjata? Tentara dan polisi misalnya, yang memberantas teroris  dan pemberontak diseluruh Indonesia. Barangkali mereka memang sudah ada di dalam buku putih untuk dijadikan sebagai pahlawan.

Menurut hemat saya, yang berhak menjadi Pahlawan Nasional pada masa kini adalah mereka-mereka yang menyelamatkan Negara Indonesia ini dari Korupsi. Bukan hal yang mudah dalam memberantas korupsi, berbagai tantangan dan rintangan mereka lalui untuk membuktikan para koruptor. Belum lagi dengan ancaman-ancaman, nyawa di ujung rambut mereka pertaruhkan demi menyelamatkan Negara Indonesia dari musuh yang paling besar yaitu Koruptor.
Berperang dengan senjata seperti tentara dan polisi dalam mempertahankan wilayah kekuasaan NKRI, itu suatu hal yang nyata antara hidup dan mati. Salut kita kepada jasa mereka semua dalam menjaga NKRI ini tetap utuh. Tetapi, berperang dengan bukti-bukti (mengungkap para koruptor) itu sangatlah sulit sekali. Karena dalam mengungkap para koruptor itu harus dengan bukti yang kuat, mental dan keadilannya juga harus ada. Musuhnya sangat sulit ditebak, karena mereka bermain di dalam selimut. Maka kita lebih dan salut kepada mereka para pemberantas korupsi. Dengan perjuangan mereka selama ini, Negara Indonesia sudah lebih terbuka lagi dalam mengungkapkan siapa saja yang melakukan korupsi, baik di kalangan bawah sampai kalangan atas sudah mulai melakukan pemberantasan korupsi.
Sudah sewajarnya negara membuka akses- akses supaya pahlawan ini segera muncul bak cendawan di musim hujan. Jangan hanya membuka Nostalgia masa lalu ketika hari pahlawan menjelang, yang menghabiskan banyak anggaran hanya untuk menceritakan berbagai kisah heroik para pahlawan bangsa ketika merebut dan mempertahankan Kemerdekaan.
Tidak ada gunanya merayakan Hari Pahlawan tanpa Visi Pahlawan masa kini. Berilah kesempatan untuk mereka (Pahlawan Masa Kini) dalam memberantas Korupsi, jangan dipecat dari instansinya, diberangus aktivitas politiknya, dibungkam kritiknya, bahkan ada yang dihabisi akibat keberaniannya mengungkap kebenaran.
Kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam. Adakah kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Rasa kepahlawanan di kebanyakan orang saat ini sangat lah rendah. Puncak rasa kepahlawanan yang seharusnya ada pada pemuda/pemudi sangat minim, sebagai bukti adanya kenakalan remaja yang diperparah semakin banyaknya tawuran. Itulah pahlawan Masa Kini. Maka dari itu mulailah pada diri kita masing-masing.