Restu Syahputra: Rindu Bagai Sembilu, Menantimu Pahlawanku



Rindu Bagai Sembilu, Menantimu Pahlawanku

Oleh: Restu Syahputra

        Saat ini sosok pahlawan memang sangatlah di butuhkan, yang kita tahu bahwa Indonesia mempunyai problematika umat yang cukup amat besar, yang mana semakin hari semakin saja berdatangan, terus menjadi momok menakutkan untuk sebuah kemajuan bangsa, seolah tidak ingin tentram ataupun sejahtera. Bukan hanya sekedar pahlawan yang sehari berani besok atau lusanya sudah menjadi pengecut, bukan hanya sekedar pahlawan yang sehari jujur besok atau lusanya sudah menjadi pembohong dan juga bukan sekedar pahlawan yang sehari berakhlak besok atau lusanya sudah menjadi bejat.
       Sebuah puisi karya Hartojo Andangdjaja (1930-1991) yang sangat menggugah hati dan mudah-mudahan menjadi bahan renungan kita bersama.

                                                                 Rakyat
Hartojo Andangdjaja
(1930-1991)

Rakyat ialah kita
jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi ditanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan lalang jadi lading-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
menaikkan layar menebarkan jala
meraba kelam ditambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja

Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemaring angka-angka
yang selalu berkata dua adalah dua
yang bergerak di sampingsiur garis niaga
Rakyat ialah otak yang menulis angka-angka

Rakyat ialah kita
beragam suara dilangit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga

suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka

Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang berkeringat
gunung batu bewarna coklat
di laut
angin yang menyapu kabut
awan menyimpan topan
Rakyat ialah puisi di wajah semesta

Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa
                                                                                                         Pasaman, Oktober 1961
                                                                                     Angkatan 66, 1968



       Puisi tersebut memang menggigit. Memiliki kedalaman makna dan suasana, serta yang pasti mengedepankan pesan bahwa “Rakyat” merupakan sumber kedaulatan dan cikal bakal bagi tegak dan berdirinya Negara. (Sumber: Wordpress.com)
         
       Sungguh ironisnya negeri ini, disaat rakyat menjadi simbol sebuah kedamaian malah banyak yang terlupakan, disaat yang seharusnya dari tangan rakyat menuju kerakyat menjadi simbol demokrasi negeri ini, kini malah banyak menimbulkan krisis, tentu saja bukan krisis moneter, tetapi ialah sebuah krisis kepercayaan.

      Tetapi tenang saja! kita masih bisa memperbaiki ini semua. Masih banyak juga orang-orang diluar sana yang memiliki jiwa kepahlawanan walau kadang kebenaran itu tidak selalu terlihat, masih banyak juga orang-orang didalam pemerintahan kita saat ini yang memiliki naluri kepahlawanan, keberanian, kesabaran, pengorbanan dan juga vitalitas. Percaya itu! Mulai dari diri kita.

     Seperti pernyataan Anis Mata yang saya kutip dalam bukunya Mencari Pahlawan Indonesia. “Mereka tidak akan pernah datang. Mereka bahkan sudah ada disini. Mereka lahir dan besar di negeri ini. Mereka adalah aku, kau dan kita semua. Mereka bukan orang lain”.

     Terkenang sudah dihati kami, akan banyaknya pahlawan yang hampir terlupakan. Mencari-cari sampai lelah menanti, seolah kesanggupan kami telah mati. Berharap menemukan pahlawan disaat negeri terdesak dan terjatuh, menghadapi problematika umat yang semakin berderu-deru di ambang kehancuran. Kekerasan, pelecehan dan kezaliman umat semakin tidak terbendung. Haruskah kita terus dalam keadaan itu? Terpuruk di jurang kenistaan yang semakin dalamnya. Sungguh siapapun iu, pasti tidaklah menginginkannya!