Dessy Wiriani: Pemuda, Aksi atau Prestasi?


PEMUDA
AKSI ATAU PRESTASI?

            Jika ditanya mengenai pemuda masa kini, ujung-ujungnya “Alay” dengan sejuta sensasi, penampilan yang aneh dan gaya foto dengan memonyong-monyongkan bibir ke depan ditambah lagi demam K-pop ala-ala korea sampai berjamurnya boys band dan gils band. Tapi, kalau ditanya mengenai sejarah Indonesia semua pada melarikan diri. Bagaimana negara ini bisa maju kalau pemudanya saja lebih mementingkan penampilan ketimbang prestasi. “Aksi”, bisa dikantakan seperti itu, sebahagian dari mereka mengatakan aksi, mengenai pribadi, jati diri dan self confident. Lantas bagaimana dengan kaum intelektual (mahasiswa)? Kaum pemuda yang mendapatkan gelar MAHA ini biasanya identik dengan prestasi, namun hasil survey kasat mata di sekitar kampus ternyata berbanding terbalik bukan prestasi yang ditorehkan melainkan aksi anarkis yang membuat resah masyarakat, seperti tawuran yang banyak memakan korban jiwa dan demo secara tidak sehat dengan merusak berbagai fasilitas gedung pemerintahan dan tanpa kita sadari itu semua menggunakan uang pajak yang kita kumpulkan selama ini. Banyak juga dari kalangan mahasiswa yang hanya mengganggarkan gelar dan kuliah hanya untuk mendapatkan gelar dan bisa bekerja tanpa melakukan apapun demi bangsa. Lalu kemanakah mereka yang berprestasi? Sebenarnya banyak yang berprestasi di Indonesia seperti Ryo haryanto pembalap muda F1, Ibrahim handoko, Taufik hidayat pemain bulu tangkis kancah dunia dan masih banyak lagi. Namun, dari berbagai artikel menyatakan bahwa mereka yang berprestasi ternyata lebih memilih untuk menetap di luar negeri menurut mereka fasilitas disana sangat mendukung serta dukungan dari pemerintah yang sangat tinggi terhadap apresiasi mereka belum lagi prestasi mereka yang sangat di hargai oleh masyarakatnya sedangkan di Indonesia malah sebaliknya pemerintah kita lebih memilih untuk memperhatikan pembuatan gedung DPR dan kalangan artis maupun aktivis berlomba-lomba untuk menjabat sebagai pejabat pemerintahan. Contoh pemuda berprestasi yang menetap diluar negeri sebagai kepala library Technologies Gruop, Muhammad arief budiman. Mungkin hal ini yang menyebabkan pemuda lebih banyak melakukan aksi daripada menorehkan prestasi. Kalau begitu siapa seorang pemuda yang akan mengguncang Indonesia, siapa sepuluh pemuda yang akan mengguncang dunia (Bung Karno).
            Pemuda masa kini lebih dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan teknologi, dengan kesenangan tersebut banyak dari mereka yang malah berulah bukan menghasilkan prestasi, bagi mereka yang kecanduan game online lebih cenderung bergadang malam demi untuk mendapatkan poin ketimbang belajar mengerjakan tugas mereka masing-masing. Pemuda masa kini lebih digiyurkan dengan berbagai tontonan seks dan gaya anak masa kini (yang dibilang alay) seperti gaya berpakaian, datang ke club-club malam (diskotik) dan lain sebagainya, banyak dari kita yang cenderung menggunakan pakaian yang transparan sehingga banyak dari pemuda yang terkena pelecehan seksual. Kalau sudah seperti ini siapa yang disalahkan, orang tua, pemerintah, atau pemuda itu sendiri? Nah, semua harus turut turun tangan setiap orang tua harus menanamkan moral yang baik kepada anaknya karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang seisinya memiliki moral dan akhlak yang baik, jika moral pemudanya rusak maka hancurlah bangsa tersebut, untuk pemerintah lebih memfasilitasi dan mendukung prestasi mereka tidak hanya semangat di awalnya saja kemudian mengabaikan mereka, seperti para olahragawan yang banyak mengharumkan nama bangsa setelah pensiun bukan mendapatkan fasilitas yang baik malah sebaliknya, untuk pemuda itu sendiri harus bisa menghasilkan prestasi memperjuangkan bangsa tidak dengan peperangan secara fisik namun dengan peperangan berupa prestasi, mampu memilah mana yang baik atau tidak baik untuk kita.
Pemuda saat ini lebih ditantang oleh zaman dengan kebebasanya, jadi kita kita dituntut untuk bisa beradaptasi dengan zaman. Pemuda, aksi atau prestasi? Tunjukan aksimu yang berprestasi bukan aksi kosong yang hanya mengandalkan ego dan tanpa mementingkan kepentingan orang lain. Pemuda ukirlah prestasi bukan cuma dalam negeri, pemuda buatlah mereka bangga memilikimu. Jangan sampai pemikiran kita dikuasain oleh teknologi. Jadikan moment sumpah pemuda sebaga pondasi untuk menguatkan dinding kita yang hampir runtuh, membuka hati kita yang hampir tertutup, kita bisa karena kita satu, tanamkan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Walau Indonesia memiliki berbagai suku bangsa, berbagai bahasa, berbagai adat istiadat, berbagai agama dan kepercayaan tetapi tetap satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa yaitu Indonesia. Generasi muda seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bangga memakai produk hasil karya anak bangsa, bangga memiliki kewarganegaraan Indonesia.