MASIHKAH SATU ???
Kami poetera dan
poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetera dan
poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetera dan
poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Pada
28 oktober 84 tahun yang lalu pemuda-pemuda bangsa ini mengikrarkan sumpah.
Sebuah sumpah yang singkat, sederhana, namun sarat makna. Semangat cinta dan
bela negara, rasa persaudaraan dari kompleksnya perbedaaan, membuat sumpah ini
begitu bermakna, bahkan mampu menjadi semangat semua pemuda Indonesia kala itu.
Nah
kini… Dimanakah cinta dan semangat itu? Dimanakah kerbersamaan Mahasiswa yang
dulu pernah ada? Ketika jalanan mulai digendus oleh gemuruh mesin-mesin, ketika
alam yang mulai membenci kehidupan, dan bahkan ketika birokrasi yang dilanda
tikus-tikus buas yang siap menerkam. Pemuda pun terlihat hanyut oleh kemajuan
zaman dan justru bernostalgia ditengah kehidupan yang bengis ini, bagai kain
perca yang terpecah-pecah.
Putra-putri bangsa hari ini
terbelenggu dengan situasi yang dikondisikan bukan oleh mereka tapi oleh orang
yang berkepentingan membuat mereka terlena dengan kemajuan yang serba global,
maka di tengah situasi seperti ini susah sekali ditemukan pemuda yang memiliki
visi perjuangan melepaskan bangsa ini dari belenggu penindasan dan penjajahan
yang juga telah berrevolusi. Anda bisa melihat para pemuda bangsa ini saat ini
lebih menyukai kegiatan yang bernuansa senang-senang dari pada kegiatan yang
mampu membangun sikap kritis dan mentalitas berani mereka, kegiatan organisasi
di kampus-kampus atau di sekolah-sekolah perlahan tapi pasti sengaja diarahkan
untuk membangun mentalitas pemuda yang tidak memiliki visi perjuangan
membebaskan bangsa ini dari penindasan, lalu bagaimana mungkin dari generasi
semacam ini akan lahir masa depan yang dicita-citakan bangsa ini seperti yang
tertulis pada pembukaan konstitusi negara ini, boleh jadi cita-cita ini hanya
akan menjadi mimpi yang mungkin akan selamanya menjadi mimpi, walaupun tentu saja
kita semua tidak mengharapkan itu terjadi.
Dihadapkan pada situasi seperti ini
apa yang tergerak dalam hati dan pikiran kita? Orang akan bertanya-tanya
benarkah situasinya seperti yang saya gambarkan, atau mungkin jangan artikel
ini terlalu berlebihan mengesankan masalah ini. Maka saya akan menjawab ini
adalah sebuah fakta sejarah yang sedang kita hadapi dan jika kita tidak segera
menyadarinya maka sejarah ini melahirkan masa silam di masa yang akan datang.
Lebih dari itu, mentalitas semacam
ini sudah mengakar di setiap lapisan generasi bangsa ini, bukti yang paling
sederhana dari situasi ini adalah fakta bahwa bangsa ini tidak pernah bisa
membenahi dirinya dari segala macam isu seperti korupsi, pendidikan yang tidak
bervisi kerakyatan, bencana yang terus silih berganti, perpecahan bangsa, tidak
harmonisnya hubungan sesama elemen masyarakat dan pemuda yang tidak memiliki
visi perjuangan untuk membebaskan bangsa dari segala bentuk penindasan.
Sekali lagi momentum hari sumpah
pemuda adalah sebuah momentum sejarah, sebagai sebuah momentum maka
kehadirannya sangat bergantung pada bagaimana kita memaknai momentum tersebut
dalam situasi kekinian yang tengah kita hadapi, euforia sejarah seringkali
justru melahirkan syndrom yang membuat kita lupa pada apa yang akan kita
lakukan pada masa yang akan kita hadapi mendatang, dan kita tidak mengharapkan
banga ini menjadi bangsa yang pikun ditengah euforia sejarah masa silam.
Catatan ini semoga menjadi renungan
yang inspiratif bagi kita semua yang mampu memberikan semangat bagi para pemuda
bahwa banyak tugas di pundak kita, ada tanggung jawab besar yang akan kita
pikul terkait dengan nasib bangsa ini pada masa yang akan datang, maka semangat
persatuan tidak bisa tidak menjadi sentral dan penting untuk dilakukan oleh
para pemuda dalam segala bidang kehidupannya dan kenyataan yang sedang mereka
hadapi.
Selamat Hari Pahlawan secara khusus
Selamat Hari Sumpah Pemuda.
Salam Mahasiswa, Salam Pemuda.
Oleh
: Lamhot Manurung