Pahlawan?
Medan Perang
Dewasa
ini, dunia telah disibukkan dengan kehidupan yang mewah. Tanpa disadari,
kehidupan yang mewah itu perlahan-lahan menusuk dari belakang. Manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini harusnya menyadari hal itu. Namun, bak dibunuh dengan
bius. Manusia tidak dapat merasakan pembunuhan tanpa rasa itu.
Rasanya
kita sudah jauh dari keindahan yang diharapkan para pendahulu kita. Entah
mengapa kita sudah lupa dengan cita-cita suci sang pejuang dahulunya. Padahal,
kalau dipikir-pikir, kita jauh lebih unggul daripada manusia pada masa lampau.
Harusnya kita lebih bisa mengubah kondisi dunia.
Dunia?
Mungkin terlalu besar lingkupnya. Indonesia sajalah. Bagaimana dengan Indonesia
yang sekarang? Sudah jauh dari apa yang diharapkan para pejuang terdahulu.
Karena apa? Tidak lain tidak bukan karena rakyatnya sendiri.
Dulu,
pejuang selalu berteriak “merdeka atau mati!” ,
sekarang penikmat hanya diam membisu sibuk mengurus urusannya
masing-masing. Dulu, bambu runcing di kedua tangan para pejuang, sekarang hanya
uang yang saling selip disaku koruptor. Dulu, pemuda bergerilya menantang maut,
sekarang pemuda sibuk dengan gaya pergaulan bebas. Bagaimana Indonesia akan
maju dengan segala pernak-perniknya? Hanya Tuhan yang tahu.
Beralih
ke masa dahulu ketika para pejuang memekikkan lafadz-lafadz pendongkrak
semangat bangsa. Mereka sangat teguh, kuat, dan kokoh dengan apa yang meraka
punya. Meski hanya bambu running di tangan, rerumputan sebagai alat penyamaran,
atau mungkin hanya senapan yang hanya bisa menembak dengan jarak tidak lebih
dari 50meter yang menjadi modal berjuang di medan perang, mereka tetap mampu
mengobarkan api semangat bangsa.
Dalam
takdir yang tak tentu, bahkan hujan-panas yang silih berganti menghujam dan
menghantam tubuh kekar mereka, mereka tetap mampu menghadapinya. Hal ini sangat
jauh berbeda dengan masa sekarang yang hanya berfoya-foya dengan apa yang
mereka punya tanpa menghiraukan apa yang akan mereka dapat darinya.
Pahlawan,
pembela tanah air yang sangat dibanggakan oleh para anak cucu mereka sekarang
meski berbeda dengan anak-cucu mereka itu sendiri. Mereka selalu jadi panutan
bagi anak bangsa sekarang meski hanya sebagian kecil saja. Mereka pun menjadi
idola meski hanya sebagian kaum saja. Tapi, ironisnya sebagian malah menjadikan
mereka cacian atau mungkin cercaan seperti pada kalikatur, lukisan, bahkan
beberapa video menjadi media untuk mencaci para pejuang bangsa. Harusnya mereka
memeng dihukum setimpal karena para pahlawan telah berjuang membela tanah bumi
Ibu Pertiwi ini.
Pahlawan,seorang
yang kuat di medan perang. Berjihad, jihad yang sesungguhnya tanpa kenal
pamrih,tanpa inginkan imbalan, atau tanpa ingat apa yang mereka punya. Senapan
menjadi teman bertarung mereka, bambu runcing menjadi sahabat terdekat mereka,
bahkan melebihi kedekatan mereka terhadap sanak saudara mereka sendiri.
Jihad,
membela tanah air dengan mengorbankan sebagian bahkan seluruh harta dan nyawa
mereka,Tak ada mengenal sosok lelah ataupun letih dalam berjuang demi
kemerdekaan. Mendewakan semangat demi lahirnya suatu bangsa yang sebenarnya
meski akhirnya perjuangan mereka tak dihiraukan anak-cucu meraka.
Sesuai
firmannya “perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu. Tetapi
jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. Dan bunuhlah mereka dimana kamu temui mereka, dan usir mereka
darimana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.
Dan janganlah kamu perangimereka di Masjidil haram kecuali jika mereka
memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikian balasan bagi orang-orang yang
kafir.” (QS.Al-Baqarah 190-191)
Berdasarkan
ayat diatas, jelas sekali bahwa pahlawan telah membela bangsa dan semua rakyat
Indonesia. Itu merupakan hal yang sangat luar biasa yang selayaknya ddicontoh
oleh pemegang stambuk bangsa dewasa ini. Tapi, nyatanya beginilah bangsa
Indonesia sekarang.
Tampak sekali
Indonesia dewasa kini bermuram durja. Gerangan apa yang dipikirkan para
rakyatnya? Lamunan apa yang dipikirkan pejuangnya? Khayalan apa yang dipikirka
pemerintahnya? Mimpi apa yang dipikirkan pemuda-pemudinya? Haruskah Indonesia
terus begini?
Pahlawan?
Medan perang. Ya,memang begitu seharusnya. Setiap pahlawan adalah orang yang
telah lulus seleksi medan perang. Mengapa demikian? Ah, alasannya sangat
gampang. Apalagi bagi anak seumuran remaja seperti kita yang sudah baligh
‘aqil, mampu membedakan yang salah dan yang benar dalam percaturan kehidupan, sanggup
mencari perkara yang tersirat maupun tersurat. Tapi, sanggupkah kita
menjawabnya?
Sinar
mentari pagi tak secerah dulu ketika negara Indonesia baru merdeka. Arti kata
lainnya, semangat pemuda tidak berkobar-kobar sebagaimana dahulunya. Mengapa?
Tanyakan pada hati para pemuda-pemudi yang masih asyik menikmati dunia mereka
tanpa mempedulikan bangsa yang semakin terpuruk.
Kembali
menuju pertanyaan “mengapa pahlawan selalu identik dengan medan perang?” Kita
telusuri dizaman-zaman dahulu. Mulai berabad-abad yang lalu ketika para pasukan
Romawi berperang. Orang-orang yang menjadi pahlawan adalah orang yang identik
dengan peperangan.
Beralih
beberapa abad selanjutnya. Ketika pasukan Islam memperluas kakuasaan hingga
menyelimuti sepertiga kawasan dunia, ribuan daerah dikuasai oleh Islam, mulai
dari negeri Arab,seperti Mekah, Madinah, Yaman dan lain sebagainya, kawasan
Afrika,seperti negeri Fir’aun, Mesir, bahkan mendirikan universitas Islam
tertua disana, yaitu Universitas Islam Al-Azhar, kawasan Eropa seperti
Andalusia yang sekarang lebih dikenal dengan nama Spanyol atau Espana yang
disana didirikan masjid yang sangat megah, yaitu masjid Cordova, dan masih
banyak lagi wilayah yang berorietasi Islam lainnya. Tapi, yang harus diingat
bahwa lagi-lagi orang yang berjasa dalam kesuksesan adalah pahlawan yang ikut
serta dalam medan perang.
Berkaca
dari masa lampau yang tinggal kenangan, Indonesia juga pernah sukses dengan
para pahlawannya dari berbagai daerah di negeri yang disebut Nusantara ini.
Seperti Sisingamangaraja dari Sumatera Utara, Imam Bonjol dari Sumatera Barat,
atau mungkin seperti Jendral Sudirman, Dauwes Decker yang dikenal dengan nama
Setia Budi, atau mungkin Ir.Soekarno yang menjadi presidan pertama Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kita masih meminjam nama mereka dalam kehidupan
zaman sekarang.Contoh, jika seorang anak ditanya tentang pahlawan yang menjadi
idolanya, ia akan menjawab denga polosnya.Tapi, ketika ia dewasa, ia lupa
dengan idolanya dahulu. Ia hanya meminjam nama untuk dinilai atau diperhatikan
semata.
Sulit
dimengerti. Tapi itulah bangsa Indonesia yang saat ini kami tempati. Mau
bagaimanapun, itu tetap menjadi saksi bisu kehidupan rakyatnya yang sebagian
masih belum mengerti dengan perjuangan dan arti pahlawan yang sebanarnya.
Masih
ragukah anda mengapa dikatakan demikian? Jawabannya sudah sangat zhahir
dipelupuk hati kita. Setiap orang harus berperang apabila ingin menjadi
pahlawan. Pengertian ini sangat jelas kita lihat dari sejarah-sejarah atau
beberapa episode-episode masa lalu dunia .
Pahlawan memang identik dengan peperangan.
Artinya, seorang pahlawan harus siap dan bisa berperang menghadapi apapun yang
akan terjadi, minimal bagi diri sendiri. Berperang dalam arti kata bukan hanya dengan senjata, medan perang
tak hanya menyiratkan musuh yang terlihat. Tapi peperangan sesungguhnya ada
dimasa sekarang. Ketika globalisasi menjadi penjajah kita, ketika pergaulan
bebas menjadi penghasut pemuda-pemudinya, bahkan ketika pemuda-pemudi itu
sendiri yang sudah lupa diri atas fitrahnya. Inilah perang sesungguhnya, dan
barang siapa yang sanggup melewati medan perang itu, ialah pahlawannya meski
itu hanya bagi dirinya sendiri.
Mulai
sekarang, alangkah baiknya jika para pemuda berjuang demi membela bangsa sesuai
dengan peran dan talenta mereka masing-masing. Hidupkan kembali negeri ini
sebagaimana cita-cita suci bangsa ini. MERDEKA,,,,,,!!!!!! ALLAHU AKBAR…..!!!!!